Rabu, 15 Juni 2011

HUKUM PIDANA


PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Arti Kata Hukum Pidana
Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata”pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu oleh yang instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seseorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
Tentunya ada alasan untuk melimpahkan pidana ini, dan alasan ini selayaknya ada hubungan dengan suatu keadaan, yang di dalamnya seseorang oknum yang bersangkutan bertindak kurang baik. Maka unsur “hukuman” sebagai suatu pembalasan tersirat dalam kata “pidana”.
Tetapi kata “hukuman” sebagai istilah tidak dapat menggantikan kata “pidana”, sebab ada istilah “hukuman pidana” di samping “hukum perdata” seperti misalnya ganti-kyata ada kerugian berupa pembyaran sejumlah uang atau penyitaan barang disusul dengan pelelangan.
Sebenarnya arti kata suatu istilah tidak begitu penting. Ynag lebih penting ialah pengertian suatu istilah. Dan pengertian ini sering ditetapkan untuk memperbedakannya dari istilah lain, dengan tidak begitu mengutamakan arti kata.

Penggolongan Hukum Pidana
Sejauh pengetahuan saya, istilah “hukum pidana” mulai dipergunakan pada zaman pendudukan jepang untuk pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk membedakan dari istilah “hukum perdata” untuk pengertian burgerlijk recht atau privaatrecht dari bahasa Belanda.
Ternyata ada perbedaan pula antara “hukum perdata” (privaatrecht) dan “hukum publik” (publiek recht), sedang hukum pidana (strafrecht) masuk golongan hukum publik.
Hukum perdata ini juga dinamakan hukum sipil sebagai terjemahan belaka dari “burgerlijk recht” dari bahasa Belanda.

Perbedaan Hukum Publik dari Hukum Perdata
   Hubungan hukum yang mengandung bersama-sama unsur-unsur yang terang masuk golongan hukum perdata. Contoh dapat ditunjuk pada hukum perburuhan yang mengatur hubungan-hukum natar buruh dan majikan, dan pada hukum ekonomi pada umumnya.
Pada pokoknya hukum mengatur tingkah-laku dalam masyarakat untuk keselamatan masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri dari manusia.

Ujud Hukum Pidana
Hukum publik terbagi ke dalam tiga golongan hukum, yaitu :
1.      Hukum tata negara
2.      Hukum tata usaha negara
3.      Hukum pidana dan hukum perdata

Hukum pidana tempat istimewa disamping ketiga golongan hukum lainnya sebagai berikut :
a.       Hukum tata negara mengenai alat-alat perlengkapan negara, yaitu susunan dan tugas masing-masing, seperti
¨      Pemerintahan
¨      Dewan perwakilan rakyat
¨      Majelis permusawaratan rakyat
¨      Badan-badan pengadilan
¨      Badan pengawas keuangan
b.      Hukum tata usaha negara mengenai pelaksanaan tugas alat-alat perlengkapan negara tersebut, terutama
¨      Pelaksanaan tugas pemerintah berhubung dengan kemakmuran rakyat
¨      Kepentingan lalu lintas
¨      Pendidikan
¨      Kebudayaan
c.       Hukum perdata memuat peraturan-peraturan hukum tentang tingkah laku para warga negara dalam pergaulan hidup sebagai anggota-anggota masyarakat.




Isi Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitap ini terdiri tiga buku :
1.      memuat “ketentuan-ketentuan umum” (Algemene Leerstukken), yaitu ketentuan-ketentuan untuk semua “tindak-pidana” (perbuatan yang pembuatnya dapat dikenakan hukuman pidana, strafbare faiten),
2.      Buku II dan Buku III maupun yang disebutkan dalam undang-undang lain
3.      Dalam Buku III menyebutkan tindak-tindak pidana yang dinamakan overtradingen atau “pelanggaran”.

Ada peraturan-peraturan tersenderi untuk orang-orang Belanda dan lain orang-orang Eropa, yang merupakan jiplakan belaka dari hukum yang berlaku di Belanda, dan ada peraturan-peraturan hukum tersendiri untuk orang-orang indonesia dan orang-oarang Timur Asing (Cina, Arab, India/Pakistan).
Sedangkan untuk orang-orang indonesia dan orang-orang Timur Asing berlaku satu kitab undang-undang hukum pidana tersendiri, termuat dalam Ordonnantie tanggal 6 Mei 1872 (staatsblad 1872 no. 85), mulai berlaku tanggal 1 Januari 1873.

Dua Unsur Pokok Hukum Pidana
Diatas sudah disinggung adanya dua unsur poko dari hukum pidana, yaitu
  1. Adanya suatu norma
  2. Adanya sanksi (sanctia) atas pelanggaran norma itu berupa ancaman dengan hukuman pidana.

Sifat Pidana terhadap Kejahatan
Kejahatan adalah pelanggaran dari norma-norma yang diatas disebutkan sebagai unsur pokok kesatu dari hukum pidana.

Sifat Perbuatan Melanggar Hukum
Hukum adalah rangkain peraturan-peraturan mengenai tingkah-laku orang-orang sebagai anggota-anggota masyarakat, sedangkan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di dalam masyarakat.
Masing-masing anggota masyarakat tentunya mempunyai berbagai kepentingan yang beraneka warna dan yang dapat bentrokan satu sama lain. Untuk ini hukum menciptakan berbagai hubungan tertentu dalam masyarakat.
Dalam mengatur segala hubungan ini, hukum bertujuan mengadakan suatu imbangun diantara berbagai kepentingan. Imbangan ini tidak terutama terletak pada dunia rohaniah di tengah-tengah masyarakat (magisch evenwicht). Hanya kalau masyarakat mewujudkan neraca yang lurus, dapat dikatakan ada keselamatan kebahagian didalam masyarakat yang bermanfaat. Dan kelurusan neraca kemasyarakatan ini hanya dapat dicapai, kalau hukum yang mengaturnya itu dilaksanakan, dihormati, tidak dilanggar.
Maka, apabial terjadi suatu perbuatan melanggar hukum, ini tidak boleh tidak tentu akan mengakibatkan keguncangan neraca itu. Dan keguncangan ini tentu mengakibatkan suatu keganjilan, yang terlihat dalam hidup rohaniah dalam masyarakat (vestoring van magisch evenwicht). Ini semua akibat darisuatu perbuatan melanggar hukum, dillihat dari sudut kemasyarakatan.

Tanggapan terhadap Perbuatan Melanggar Hukum
Tanggapan ini berupa  usaha untuk meluruskan kembali neraca kemasyarakatan yang sudah guncang ini. Dan usaha ini adalah berupa tiga macam sanksi tersebut di atas, yaitu
¨      Sanksi administrasi dalam bidang hukum tata negara dan bidang hukum tata usaha negara
¨      Sanksi perdata dalam bidang hukum perdata,
¨      Sanksi pidana dalam bidang hukum pidana
Kalau ditanyakan, sampai dimana usaha-usaha ini meluruskan kembalai neraca kemasyarakatan, maka kita kembali sebentar kepada hal, bahwa untuk keselamatan masyarakat harus ada keseimbangan diantara berbagai kepentingan dalam masyarakat.
Keseimbangan ini tidak dapat diukur hanya dengan pikiiran atau rasio, melaiankan juga harus dirasakan, tidak mungkin dipikirkan.
Maka rasa keadialanlah yang menjadi ukuran, sampai dimana in concreto  harus di adakan tiga macam sanksi tersebut, baik bersama ataupun salah satu atau dua dari tiga macam sanksi itu.

Kapan Harus Ada Sanksi Pidana
Dari uraian diatas sudah dapat disimpulkan, bahwa norma-norma atau kaidah-kaidah dalam bidang hukum tata negara dan hukum tata usaha negara harus pertama-tama ditanggapi dengan sanksi administrasi, begitu pula norma-norma dalam bidang hukum perdata pertam-tama harus di tanggapi dengan sanksi perdata, dan saksi perdata ini belum mencukupi untuk mencapai tujuan maka baru diadakan juga sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (terakhir) atau ultimum remedium.
Sifat Objektif dari Rasa Keadilan
Rasa keadilan pada pokoknya merupakan buah pekerjaan krohanian dari seorang manusia. Dan seorang manusiapada pokoknya bersifat perseorangan atau “subjektif”.
Maka rasa keadilan tiap-tiap anggota masyarakat, meskipun melekat pada orang perseorangan, pada umumnya sudah mengandung unsur saling menhargai berbagai kepentingan masing-masing, sehingga sudah selayaknya apabila diantara pelbagai rasa keadialan dari pelbagai oknum anggota masyarakat ada persamaan irama, yang memungkinkan persamaan ujud juga dari buah rasa keadilan itu.
Suatu “objektivitas” dari rasa keadilan, yang menjadi ukuran, sampai dimana harus diadakan sanksi pidana terhadap pelanggaran peratruran-peraturan hukum.

Tujuan Hukum Pidana
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menurut hemat saya, tujuan dari hukum pidana ialah untuk memenuhi rasa keadilan.

Ujud Perundang-Undagan dalam Hukum Pidana
Norma dan Sanksi
          Pasal 338 ditentukan: Siapa yang dengan sengaja membunuh orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Dalam pasal 362 KUHP ditentukan Siapa yang menggambil barang milik orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu tanpa hak, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebesar-besarnya enam puluh rupiah.

Kejahatan (Misdrijft) dan Pelanggaran (Overtreding)
          Beberapa konsekuensi diadakan dalam perundang-undangan diindonesia, ialah penggolongan kejahatan dan pelanggaran, atau dalam bahasa Belanda misjriven en overtredingen.
Undang-undang hukum pidana atau KUHP yang terdiri dari tiga buku.
  1. Buku I memuat penentuan-penentuan umum (algemene leerstuken)
  2. Buku II memeuat penyebutan tindak-tindak pidana yang masuk golongan “kejahatan” atau medjidven.
  3. Buku III memuat penyebutan tindak-tindak pidana yang masuk golongan “pelanggaran” atau overtredingen.
Misdrijf atau “kejahatan” berarti suatu perbuatan yang tercela dan berhubungan dengan hukum.”overtreding atau “pelanggaran” berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu, dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada “perbuatan melanggar hukum”.

Kejahatan Ringan (Lichte Misdrijven)
Dalam KUHP ada beberapa kejahatan mengenai harta dan benda (vermogensdelicten), apa bila kerugian yang diakibatkan tidak melebihi dua puluh lima rupiah, dinamakan “kejahatan ringan” dan hanya diancam dengan hukuman seberat-beratnya hukuman penjara selam tiga bulan.
Kejahata ringan”ini adalah:
  1. Pencurian ringan (pasal 364), yaitu apabial barang yang dicuri tidak berupa ternak (vee), dan apabila pencurian yang disertai perusakan tidak dilakukan dalam suatu rumah kediaman atau dalam suatu perkarangan tertutup, dimana ada berdiri suatu rumah kediaman;
  2. Penggelapan ringan (pasal 373), yaitu apabila barang yang digelapkan, tidak berupa ternak;
  3. Penipuan ringan (pasal 379), apabila barang yang didapat oleh si penipu, tidak berupa ternak;
  4. Merusak barang orang lain (pasal 407 ayat 1);
  5. Penadahan ringan (pasal 482), apabiala barangnya diperoleh dengan pencurian ringan, penggelapan ringan atau penipuan ringan.

Tindak Pidana Material dan Formal
          Apabial tindak pidana  yang dimaksudkan, dirumuskan sebagai ujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu,maka kini ada “tindak pidana formal” (formeel delict).
Contoh dari tindak pidana material adalah:
  1. Pembunuhan pasal 338 KUHP
  2. Pembakaran rumah pasal 187 KUHP
Contoh dari tindak pidana formal ialah:
  1. Pencurian pasal 362 KUHP
  2. Memalsu surat pasal 263 KUHP
Luas-Ruang Hukum Pidana
Pasal 1 ayat 1 KUHP
          Ayat ini berbunyi: Suatu perbuatan hanya merupakan tindak pidana, jika ini ditentukan lebih dulu dalam suatu ketentuan perundang-undangan.
Kini dikemukakan dua asas dari hukum pidana, yaitu:
¨    Kesatu: bahwa sanksi pidana (straf-sanctie) hanya dapat ditentukan dengan pidana unang-undang
¨    Kedua: bahwa ketentuan sanksi pidana ini tidak boleh berlaku surut (geen terugwerkende kracht).

Unsur-Unsur Tindak Pidana
Subjek Tindak Pidana
Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai obnum. Perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebgai syarat bagi subjek tindak pidan itu, juga terlihat pada ujud hukuman / pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaiotu hukuman penjara, kurungan, dan denda.

Perbuatan dari Tindak Pidana
Tindak pidana “mencuri”, perbuatannya dirumuskan sebagai ”menggambil barang”. Ini merupakan perumusan secara “formal” yaitu benar-benar disebutkan ujud ssuatu gerakan tertentu dari badan seorang manusia.
Sebaliknya perumusan secara “material” memuat penyebuta suatu akibat yang disebabkan oleh perbuatannya, seperti misalnya tindak pidana “membunuh” yang dalam pasal 338 KUHP dirumus sebagai mengakibatkan matinya orang lain”.

Sifat Melanggar Hukum (onrechtmatigheid)
Biasanya oleh para penulis barat dikatakan, bahwa sifat penting dari tindak pidana (strafbaar) ialah onrechtmatigheid) atau siat melanggar hukum dari tindak pidana itu.
            Di atas beberapa kali dikemukakan, bahwa tindak pidana adalah perumusan dari hukum pidana yang memuat ancaman hukuman pidana atas pelanggaran norma-norma hukum yang ada dibidang hukum perdata, hukum tata negara dan hukum tata usaha negara.
            Hukum pidana dengan tindak-tindak pidana yang dirumuskan didalamnya itu, bersumber pada pelanggaran-pelanggaran hukum dibidang-bidang hukum lain tadi. Dengan sendirinya dalam tiap tindak pidana harus ada sifat-melanggar-hukum atau onrechmatigheid tadi.

Culpa
Arti kata dari culpa ialah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja, terjadi.
          Contoh lain dari suatu culpoos delict ialah yang termuat dalam pasal 188 KUHP, yaitu menyebabkan kebakaran, peledakan, atau banjir dengan kurang berhati-hati.

Alasan-Alasan Menghilangkan Sifat Tindak Pidana
Alasan mengurangi beratnya hukuman pidana termuat da;lam pasal 47 tentang orang belum dewasa di bawah umur 16 tahun sebagai pelaku, sedangkan alasan mempertinggi beratnya hukuiman pidana termuat dalam pasal 52 tentang seorang pegawai negeri yang sebagai pelaku tindak pidana mengabaikan suatu kewjiban kepegawaian khusus, atau yang dalam melakukan suatu tindak pidana mempergunakan kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberiakan kepadanya oleh jabatannya.
Satu dari dua macam alasan menghilangkan sifat tindak pidana adalah meghilangkan sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid atau onrechtmatigheid ini, yaitu:
a.       Keperluan membela diri atau anoodwer (pasal 49 ayat 1 KUHP);
b.      Adanya suatu peraturan undang-undag yang pelaksanaannya justru berupa perbuatan yang bersangkutan (pasal 50:uitvoering van beveoring een wettelijk voorschrift);
c.       Apabial perbuatan yang bersangkutan itu dilakukan untuk melaksanakan suatu perintah jabatan, yang diberiakan oleh seorang penguasa yang berwenang (pasal 51 ayat 1: uitvoering van bevoegdelijk gegeven ambtelijk bevel).

Keperluan Membela Diri (Noodwer)
          Pasal 49 ayat 1 KUHP Berbunyi: Tidaklah dihukum seorang yang melakukan suatu perbuatan, yang diharuskan (eerbaarheid), atau barang-barang (goed) dari diri sendiri atau orang lain, terhadap suatu serangan (aanranding) yang bersifat melanggar hukum (wederrechtelijik)dan yang dihadapi seketika itu (ogenblikkelijik) atau dikhawatirkan segera akan menimpa (onmiddelijik).

Melampui Batas Membela Diri (Noodwer-Exces)
Ini diatur dalam pasal ayat 49 ayat 2 KUHP yang berbunyi: Tidaklah kena hukuman pidana suatu pelampuan batas keperluan membela diri apabiala ini akibat langsung ari gerak perasaan, yang disebabkan oleh serangan lawan.

Tindak-tindak Pidana Tertentu yang Dimaafkan
Diatas sudah saya sebutkan tiga tindak pidana tertentu yang dimaafkan pada pelaku berdasar keperluan membela diri (noodwer) atau keadaan memaksa (overmacht) yang termuat dalam pasal 166, pasal 221 ayat 2, dan pasal 310 ayat 3 KUHP.

Pengertian dalam Hukum Pidana
Pasal 53 KUHP berbunyi sebagai berikut:
1)      Percobaan akan melakukan suatu nkejahatan, dikenakan hukuman pidana, apabila kehendak si pelaku sudah nampak dengan permulaan pelaksanaan, dan pelaksanaan ini ntidak selesai hanya sebagai akibat dari hal-hal yang tidak tergantung dari kemauan si pelaku.
2)      Maksimum hukuman-hukuman pokok (hooftdstrffen) pada kejahatan yang bersangkutan dikurangi dengan sepertiga.
3)      Apabila suatunkejahatah dapat dikenakan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka maksimum hukuman menjadi hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
4)      Hukuman-hukuman tambahan (bijkomende straffen) bagi “percobaan kejahatan” adalah sama dengan kejahatan yang selesai diperbuat.

Alasan Mempidana Percobaan
Menganggap tabie si pelaku ini sudah menjelma dalam percobaan melakukan tindak pidana, maka sudah dapat dikenakan hukuman pidana. Dalam masyarakat, suatu percobaan untuk melakukan suatu tindak pidana sudah mulai membahayakan kepentingan-kepentingan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar