Selasa, 01 Januari 2013

PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN DESA



A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak 2001 mengandung konsekuensi yang cukup “menantang” bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah. Namun demikian, di sisi yang lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang sangat mendasar adalah perubahan pola pengelolaan daerah dari sentralistik menjadi desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai pembangunan, sumber daya manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas pembangunan, dan masih banyak yang lain. Pembangunan nasional dan daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembangunan desa. Desa merupakan basis kekuatan sosial ekonomi dan politik yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Perencanaan pembangunan selama ini menjadikan masyarakat desa sebagai objek pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan.. Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentu oleh adanya suatu kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja sehingga kinerja dapat meningkat. Kinerja pemerintah desa sebagai aparatur pemerintahan desa khususnya yang ada di Kabupaten Umum tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi juga faktor pengalaman akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan desanya. Seorang kepala desa yang sudah lama bekerja sebagai kepala desa akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja sebagai kepala desa, dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah melaksanakan tugas kesehariannya sebagai aparatur pemerintahan desa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas maka dalam penelitian ini penulis mengangkat beberapa permasalahan yaitu:
1.   Bagaimana peranan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum ?
2.   Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat Pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat  di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum ?
C. Tujuan Penelitian
1.   Untuk mengetahui dan menganalisis peranan Pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum.
2.   Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemerintah desa dalam memberdayakan  masyarakat di Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum.











BAB II
A. Peranan
Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang atas sesuatu pekerjaan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Peranan merupakan suatu aspek yang dinamis dari suatu kedudukan (status). Peranan merupakan sebuah landasan persepsi yang digunakan setiap orang yang berinteraksi dalam suatu kelompok atau organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas dan mungkin juga tidak begitu jelas. Tingkat kejelasan ini akan menentukan pula tingkat kejelasan peranan seseorang (Sedarmayanti, 2004: 33). 

Menurut Soekanto (2003: 243) peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidup. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat dalam menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu:
1.  Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2.  Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat dalam organisasi.
3.  Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku yang penting bagi struktur sosial masyarakat

B. Pemerintah Desa.                                                                            
Secara umum di Indonesia, desa (atau yang disebut dengan nama lain sesuai bahasa daerah setempat) dapat dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil yang dikelola secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam di dalamnya dengan aturanaturan yang disepakati bersama, dengan tujuan menciptakan keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak dan tanggungjawab bersama kelompok masyarakat tersebut. Wilayah yang ada pemerintahannya Desa/Kelurahan langsung berada di bawah Camat. Dalam sistem administrasi negara yang berlaku sekarang di Indonesia, wilayah desa merupakan bagian dari wilayah kecamatan, sehingga kecamatan menjadi instrumen koordinator dari penguasa supra desa (Negara melalui Pemerintah dan pemerintah daerah).
Pada awalnya, sebelum terbentukya sistem pemerintahan yang menguasai seluruh bumi nusantara sebagai suatu kesatuan negara,1 urusan-urusan yang dikelola oleh desa adalah urusan-urusan yang memang telah dijalankan secara turun temurun sebagai norma-norma atau bahkan sebagian dari norma-norma itu telah melembaga menjadi suatu bentuk hukum yang mengikat dan harus dipatuhi bersama oleh masyarakat desa, yang dikenal sebagai hukum adat. Urusan yang dijalankan secara turun temurun ini meliputi baik urusan yang hanya murni tentang adat istiadat, maupun urusan pelayanan masyarakat dan pembangunan (dalam administrasi pemerintahan dikenal sebagai urusan pemerintahan), bahkan sampai pada masalah penerapan sanksi, baik secara perdata maupun pidana.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal- usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alam. Oleh karena itu, desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat pendidikan yang rendah (Juliantara, 2005: 18).
dalam pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pada ayat (2) tertulis bahwa pembentukan desa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jumlah Penduduk.
b. Luas Wilayah.
c. Bagian Wilayah Kerja.
d. Perangkat, dan.
e. Sarana dan Prasarana Pemerintahan.

C.Pemberdayaan Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan sama atau menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya satu tempat yang sama (Suriadi, 2005: 41). Menurut kodratnya, manusia tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus hidup bersama atau berkelompok dengan manusia lain yang dalam hubungannya saling membantu untuk dapat mencapai tujuan hidup menurut kemampuan dan kebutuhannya masing-masing atau dengan istilah lain adalah saling berinteraksi.
PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pemberdayaan Masyarakat memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Menurut Ketaren (2008: 178-183) pemberdayaan adalah sebuah ”proses menjadi”, bukan sebuah ”proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu: Tahap pertama Penyadaran, pada tahap penyadaran ini, target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai ”sesuatu’, prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun ”demand”) diberdayakan, dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (bukan dari orang luar). Setelah menyadari, tahap kedua adalah Pengkapasitasan, atau memampukan (enabling) untuk diberi daya atau kuasa, artinya memberikan kapasitas kepada individu atau kelompok manusia supaya mereka nantinya mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan diberikan. Tahap ketiga adalah Pemberian Daya itu sendiri, pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang, namun pemberian ini harus sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki mereka.
Menurut Ndraha (1990: 16) Pembangunan ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi utama defenisi tersebut yaitu:
1.  Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik manusia maupun kelompok (capacity).
2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan kesejahteraan (equity).
3. Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment).
4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (sustainability).
5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan negara yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati (interdependence).
C. Peranan Pemerintah Desa Sederhana dalam memberdayakan masyarakat di era otonomi daerah
Pelaksanaan mengenai tugas dan fungsi seorang Kepala Desa dalam pemerintahan merupakan salah satu bentuk kegiatan aparat pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan deskripsi mengenai pelaksanaan fungsi tersebut. Untuk itu dalam melaksanakan tugasnya aparat Desa mempunyai fungsi :
1.  Kegiatan dalam rumah tangganya sendiri
2.  Menggerakkan partisipasi masyarakat
3.  Melaksanakan tugas dari pemerintah di atasnya
4.  Keamanan dan ketertiban masyarakat
5.  Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pemerintah di atasnya
            Untuk  menyelenggarakan  fungsi  tersebut di  atas maka seorang Kepala Desa harus mengusahakan :
a.  Terpenuhinya kebutuhan esensial masyarakat
b.  Tersusunnya rencana dan pelaksanaan pembangunan  sesuai dengan kemampuan setempat
c.  Terselenggaranya peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi secara lintas sektoral.
d.  Terselenggaranya program yang berkelanjutan
e.  Adanya peningkatan perluasan kesempatan kerja
Selain fungsi Kepala Desa yang telah dijelaskan di atas, Kepala Desa masih mempunyai peranan yang lebih penting terhadap kemajuan dan perkembangan wilayahnya yaitu melaksanakan pembinaan terhadap masyarakat Desa dalam meningkatkan peran serta mereka terhadap pengembangan pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dideskripsikan tentang peranan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana yang Secara garis besar mencakup berbagai bidang yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.  Pembinaan Terhadap Masyarakat
1.1. Pembinaan masyarakat dalam bidang ekonomi.
Usaha untuk menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta dan warga desa. Dalam prakteknya, peran dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis warga desa dalam pembangunan desa. Berbagai teori mengatakan, bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemimpin
1.2. Pembinaan  masyarakat desa pada bidang hukum.
Pembinaan di bidang hukum dilakukan oleh pemerintah desa dengan bekerjasama dengan dinas terkait dan pihak kepolisian yang  dimaksudkan agar pemuda dapat memberikan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak di lembaga-lembaga pemasyarakatan anak negara. Contoh pemuda berkumpul untuk mendiskusikan bahaya akibat narkotika, diberi penyuluhan akibat adanya perkelahian pelajar.
1.3. Pembinaan masyarakat pada bidang agama
Pembinaan   ini   untuk   meningkatkan   kehidupan   beragama dikalangan pemuda. Contohnya mengadakan pengajian setiap minggu serta kerja bakti untuk membangun tempat ibadah.
2.  Pembinaan masyarakat pada bidang Kesehatan
Pembinaan ini ditujukan untuk pembentukan generasi muda yang sehat, baik fisik maupun mental serta mampu berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya. Dalam rangka pembinaan, pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah upaya memberdayakan daerah otonomi melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.      
Pemerintah Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum dalam melaksanakan pembinaan terhadap masyarakat dengan cara mengumpulkan masyarakat untuk memberikan pengertian tentang apa-apa yang perlu dilaksanakan suatu kegiatan dan bagaimana pelaksanaannya nanti di lapangan. Apabila masyarakat telah memahami dan mengerti tentang hal tersebut maka pemerintah desa tinggal mengarahkan dan memberikan bimbingan bagaimana system pengelolaan suatu program baik program pemberdayaan masyarkat di bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan ekonomi maupun program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan.
Pembinaan yang paling giat dilakukan oleh Pemerintah Desa Sederhana adalah pembinaan dalam kegiatan keagamaan, sosial budaya dan pembinaan kepada ibu-ibu pkk. Fasilitasi kegiatan ditindaklanjuti dengan pemberian bantuan alat-alat seni dan ceramah agama yang biasanya didatangkan dari luar desa, sebagaimana yang disampaikan oleh  H.Tansi, seorang tokoh agama di Desa Sederhana.
“Kegiatan yang telah disusun oleh pemerintah desa untuk melakukan kegiatan pembersihan secara bergotong-royong di tempat ibadah setiap dua minggu sekali merupakan bentuk kepedulian yang ditanamkan untuk memupuk semangat tali silaturrahim dengan sesama warga, dan pengajian yang rutin diadakan setiap minggu yang disertai dengan ceramah agama biasanya banyak dihadiri oleh anak-anak muda. Mungkin tujuan dari pemerintah desa adalah menanamkan pemahaman agama sejak dini kepada generasi muda” (27 Maret 2012).

Selain itu pula bentuk nyata peranan aparatur pemerintah desa Sederhana adalah memberikan pembinaan dalam bidang kesehatan.
Begitupun perhatian pemerintah desa di bidang kesehatan terbukti di setiap dusun yang ada di desa ini di adakan posyandu yang mana di tempat ini disetiap bulan di adakan penimbangan balita dan penyuluhan kepada ibu baik ibu-ibu menyusui, nifas, dan juga tempat pemberian makanan tambahan bagi anak-anak usia dini dan pemberian vitamin, imunisasi baik imunisasi campak, bcg, dpt, oleh tenaga kesehatan yang bekerjasama dengan kader posyandu yang dipandu oleh tim penggerak PKK Desa (POKJA IV) dan juga di Desa Sederhana ini telah dibangun PUSKESDES (Pusat Kesehatan Masyarakat Desa) tempat ini digunakan untuk pelayanan kesehatan masyarakat desa secara gratis bagi yang memiliki kartu keluarga dan KTP. Apabila tidak menunjukkan kedua identitas tersebut maka pasien akan dikenakan biaya adminisrasi sebanyak Rp.5.000,- ini membuktikan bahwa kerjasama antara pemerintah desa dengan pihak kesehatan sangat erat demi terlaksananya tertib administrasi di bidang pemerintahan desa. Sejalan dengan kondisi tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan Marlina Syam sebagai pengurus PKK, beliau mengatakan:
“Pemberian sanksi administrasi bagi warga yang tidak memiliki KTP dan KK ketika ingin mendapatkan pengobatan gratis berupa biaya sebesar Rp.5.000 bukanlah bermaksud untuk memberatkan warga desa melainkan mengajak masyarakat untuk tertib administrasi. Itupun tidak semua warga dikenakan biaya jika tidak memiliki KTP dan KK, karena warga yang mendapat kartu JAMKESMAS dan JAMKESDA tetap mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal dan dibebaskan dari segala biaya serta dana yang terkumpul dari denda administrasi diserahkan kembali ke petugas kesehatan untuk di manfaatkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.” (26 Maret 2012).

Begitupula di Desa Sederhana ini telah dibangun kerjasama antara bidan dan dukun dimana setiap ibu hamil yang akan melahirkan telah diberi pengertian dan pembinaan agar bila nanti melahirkan ibu hamil tersebut melaporkan kepada dukunnya dan dukun tersebut menyampaikan kepada bidan desa karena yang akan melayani persalinan adalah tenaga medis dan yang melaksanakan adat atau kebiasaan masyarakat adalah dukun.
Jadi proses melahirkan ditangani oleh bidan dan prosesi jampi-jampi dilakukan oleh dukun tersebut. Ini juga membuktikan bahwa pemerintah desa sangat peduli bagaimana pentingnya kebersamaan dalam melaksanakan segala kegiatan terutama dalam hal peningkatan kesehatan masyarakat dan di desa ini juga di adakan penyuluhan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) yang dilaksanakan oleh tim penggerak PPK Desa (POKJA IV) bekerjasama dengan bagian Sanitarian Dinas Kesehatan Kabupaten Umum, dimana dalam pembinaan ini masyarakat diajak untuk membuat jambang agar BAB pada tempatnya dan cuci tangan sebelum makan, makanan harus ditutup, bak mandi harus dibersihkan dan masalah kesehatan yang lain yang dapat merusak kesehatan masyarakat.
2.  Pelayanan terhadap masyarakat
Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat diharapkan menjadi lebih responsif terhadap kepentingan masyarakat itu sendiri, di mana paradigma pelayanan masyarakat yang telah berjalan selama ini beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan masyarakat sebagai berikut :
a.  Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi pelayanan masyarakat.
b. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan aparat desa dan masyarakat sehingga masyarakat juga mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama.
c. Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas.
d.  Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil, sesuai dengan masukan atau aspirasi yang diharapkan masyarakat.
e. Lebih mengutamakan pelayanan apa yang diinginkan oleh masyarakat.
f.  Memberi akses kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari masyarakat tentang pelayanan yang diterimanya.
Namun dilain pihak, pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat diharapkan juga memiliki :
a. Memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya.
b. Memiliki perencanaan dalam pengambilan keputusan.
c. Memiliki tujuan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Dituntut untuk akuntabel dan transparan kepada masyarakat.
e. Memiliki standarisasi pelayanan yang baik pada masyarakat.
Semenjak gerakan reformasi digulirkan dalam rangka merubah struktur kekuasaan menuju demokrasi dan desentralisasi, maka kebutuhan masyarakat terhadap suatu pelayanan prima dari pemerintah, dalam hal ini pemerintah desa menjadi sangat penting. Diawali dengan Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan selanjutnya dilakukan revisi menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 , yang telah dijadikan landasan yuridis untuk menggeser fokus politik ketatanegaraan, diawali desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah. Dan sekarang menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 73 tentang Pemerintahan Kelurahan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 tentang Pemerintahan Desa.
Inti dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah penyelenggaraan pemerintahan lokal yang menekankan pada prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh daerah. Perencanaan pembangunan didaerah pedesaan tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemerintah kelurahan yang merupakan unit terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan menjadi tonggak strategis dalam pembangunan desa.














BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.   Peranan Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat meliputi 3 hal yaitu pembinaan masyarakat, pelayanan terhadap masyarakat dan pengembangan terhadap masyarakat. Ketiga variabel tersebut telah berjalan secara maksimal. Pembinaan terhadap masyarakat meliputi kegiatan keagamaan, kegiatan sosial budaya dan pelayanan kesehatan, Pelayanan masyarakat meliputi pelayanan di bidang pertanian, kesehatan dan perekonomian, sedangkan pengembangan masyarakat lebih banyak difokuskan pada pengembangan SDM melalui pembangunan infrastruktur baik formal maupun non formal, termasuk pula diantaranya pengembangan ekonomi kerakyatan.
Faktor-faktor penghambat pengembangan organisasi pemerintahan Desa Sederhana yang dapat diidentifikasi meliputi 2 (dua) faktor yaitu faktor internal terdiri dari aspek sumber daya manusia atau aparat pelaksana yang masih kurang baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang belum memadai, rendahnya kualitas SDM aparat pemerintah desa yang rata-rata hanya tamat sampai tingkat SMA, faktor pendanaan yang tersedia bagi organisasi bersangkutan yang masih minim untuk dapat digunakan dalam pengelolaan organisasi serta sikap kepala desa yang terkesan lebih mementingkan orang lain  bila terdapat proyek untuk pembangunan desa, Sedangkan faktor eksternal yang menjadi penghambat adalah partisipasi masyarakat dalam mentaati aturan Desa Hubungan antar status. Secara umum dapat dikatakan bahwa status bergantung pada seberapa besar seseorang memberikan sumbangannya bagi terciptanya tujuan seseorang yang memberikan jasa terbesar cenderung berusaha mendapatkan status yang tinggi. Sebaliknya seseorang yang memberikan jasa yang tidak begitu besar biasanya bersedia menerima status yang lebih rendah

B. Saran-saran

Upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kepala Desa terhadap pengembangan organisasi pemerintahan Desa Sederhana dari hasil temuan penelitian dapat direkomendasi saran untuk peningkatannya sebagai berikut:
1.   Masih perlu dilakukan sosialisasi oleh aparat pemerintah Desa mengenai pentingnya pengembangan organisasi terutama bagi masyarakat yang berdomisili di Desa tersebut.
2.   Peranan  Kepala Desa terhadap pemberdayaan masyarakat pemerintah Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum hendaknya dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.
3.   Perlu dilakukan pengawasan yang secara rutin terutama terhadap kegiatan masyarakat yang menunjukkan adanya kegiatan pembangunan.

Minggu, 27 Mei 2012

Pokok pemikiran aguste comte


   Pendahuluan
Selintas apabila melihat manusia yang satu ini pastinya semua akan berpikir, apakah manusia ini gila ataukah cerdas ?  Begitupun saya pada awalnya yang mencoba mempelajari sosiologi dan pemikirannya manusia yang satu ini, Auguste Comte. Seorang yang brilian, tetapi kesepian dan tragis hidupnya.
Auguste Comte yang lahir di Montpellier, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seorang bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah katolik. Namun, diperjalanan hidupnya Comte tidak menunjukan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada masanya.
Comte sebagai mahasiswa di Ecole Politechnique tidak menghabiskan masa studinya setelah tahu mahasiswa yang memberikan dukungannya kepada Napoleon dipecat, Comte sendiri merupakan salah satu mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Hal tersebut menunjukan bahwa Comte memiliki prinsip dalam menjalani kehidupannya yang pada akhirnya Comte menjadi seorang profesional dan meninggalkan dunia akademisnya memberikan les ataupun bimbingan singkat pada lembaga pendidikan kecil maupun yang bentuknya privat.
Hal-hal yang sebenarnya menarik perhatiannyapun dasarnya bukanlah yang berbau matematika tetapi masalah-masalah social dan kemanusiaan. Dan, pada saat minatnya mulai berkembang tawaran kerjasama dari Saint Simon yang ingin menjadikan Comte sekretaris Simon sekaligus pembimbing karya awal Comte, Comte tidak menolaknya.
Tiada gading yang tak retak, istilah yang menyempal dalam hubungan yang beliau-beliau jalin. Akhirnya ada perpecahan juga antara kedua intelektual ini perihal karya awal Comte karena arogansi intelektual dari keduanya.
 
Sejak saat itulah Comte mulai menjalani kehidupan intelektualnya sendiri, menjadi seorang profesional lagi dan Comte dalam hal yang satu ini menurut pandangan Coser menjadi seorang intelektual yang termarjinalkan dikalangan intelektual Perancis pada zamannya.
2.      Perkembangan Masyarakat
Kehidupan terus bergulir Comte mulai melalui kehidupannya dengan menjadi dosen penguji, pembimbing dan mengajar mahasiswa secara privat. Walaupun begitu, penghasilannya tetap tidak mecukupi kebutuhannya dan mengenai karya awal yang dikerjakannya mandek. Mengalami fluktuasi dalam penyelesainnya dikarenakan intensitas Comte dalam pengerjaannya berkurang drastis.
Comte dalam kegelisahannya yang baru mencapai titik rawan makin merasa tertekan dan hal tersebut menjadikan psikologisnya terganggu, dengan sifat dasarnya adalah , seorang pemberontak akibatnya Comte mengalami gejala paranoid yang hebat. Keadaan itu menambah mengembangnya sikap pemberang yang telah ada, tidak jarang pula perdebatan yang dimulai Comte mengenai apapun diakhiri dengan perkelahian.
Kegilaan atau kerajingan yang diderita Comte membuat Comte menjadi nekat dan sempat menceburkan dirinya ke sungai. Datanglah penyelamat kehidupan Comte yang bernama Caroline Massin, seorang pekerja seks yang sempat dinikahi oleh Comte ditahun 1825. Caroline dengan tanpa pamrih merawat Comte seperti bayi, bukan hanya terbebani secara material saja  tetapi juga beban emosional dalam merawat Comte karena tidak ada perubahan perlakuan dari Comte untuk Caroline dan hal tersebut mengakibatkan Caroline memutuskan pergi meninggalkan Comte. Comte kembali dalam kegilaannya lagi dan sengsara.
Comte menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar, berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830 tulisannya mengenai “Filsafat Positiv” (Cours de Philosophie Positiv) terbit sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun 1842.
Mulailah dapat disaksikan sekarang bintang keberuntungan Comte  sebagai salah satu manusia yang tercatat dalam narasi besar prosa kehidupan  yang penuh misteri, pemikiran brilian Comte mulai terajut menjadi suatu aliran pemikiran yang baru dalam karya-karya filsafat yang tumbuh lebih dulu. Comte dengan kesadaran penuh bahwa akal budi manusia terbatas, mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yang berasumsi dasar  pada persepsi dan penyelidikan ilmiah. Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yaitu: 1. Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan, 2. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai mereka, dan 3. Memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum  itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
Keyakinan dalam pengembangan yang dinamakannya positivisme semakin besar volumenya, positivisme sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metoda ilmu pengetahuan. Disini Comte berusaha pengembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang pada penjalasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).
Comte bukan hanya melakukan penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang perlu dirombak karena tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi layaknya filsuf lainnya, Comte selalu melakukan kontemplasi juga guna mendapatkan argumentasi-argumentasi yang menurutnya ilmiah. Dan, dari sini Comte mulai mengeluarkan agitasinya tentang ilmu pengetahuan positiv pada saat berdiskusi dengan kaum intelektual lainnya sekaligus     
Uji coba argumentasi atas mazhab yang sedang dikumandangkannya dengan gencar. Positivisme. Comte sendiri menciptakan kaidah ilmu pengetahuan baru ini bersandarkan pada teori-teori yang dikembangkan oleh Condorcet, De Bonald, Rousseau dan Plato, Comte memberikan  penghargaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang lebih dulu timbul. Pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya bukan hanya berguna, tetapi merupakan suatu keharusan untuk diterima karena ilmu pengetahuan kekinian selalu bertumpu pada ilmu pengetahuan sebelumnya dalam sistem klasifikasinya.
Asumsi-asumsi ilmu pengetahuan positiv itu sendiri, antara lain : Pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang sedang diteliti. Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali. Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau kejadian alam dari mutualisma simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena yang lain.
Bentangan aktualisasi dari pemikiran Comte, adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai “hukum tiga tahap” atau dikenal juga dengan “hukum tiga stadia”. Hukum tiga tahap ini menceritakan perihal sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa dari observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte.
Versi Comte tentang perkembangan manusia dan pemikirannya, berawal pada tahapan teologis dimana studi kasusnya pada masyarakat primitif  yang masih hidupnya menjadi obyek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai (pengelola) alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek. Fetitisme dan animisme merupakan keyakinan awal yang membentuk pola pikir manusia lalu beranjak kepada politeisme, manusia menganggap ada roh-roh dalam setiap benda pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam tiap aktivitasnya dikeseharian. Contoh yang lebih konkritnya, yaitu dewa Thor saat membenturkan godamnyalah yang membuat guntur terlihat atau dewi Sri adalah dewi kesuburan yang menetap ditiap sawah. Beralih pada pemikiran selanjutnya, yaitu tahap metafisika atau nama lainnya tahap transisi dari buah pikir Comte karena tahapan ini menurut Comte hanya modifikasi dari tahapan sebelumnya. Penekanannya pada tahap ini, yaitu monoteisme yang dapat menerangkan gejala-gejala alam dengan jawaban-jawaban yang spekulatif, bukan dari analisa empirik. “Ini hari sialku, memang sudah takdir !”, “penyakit AIDS adalah penyakit kutukan!”, dan lain sebagainya, merupakan contoh dari metafisika yang masih ditemukan setiap hari. Tahap positiv, adalah tahapan yang terakhir dari pemikiran manusia dan perkembangannya, pada tahap ini gejala alam diterangkan oleh akal budi berdasarkan hukum-hukumnya yang dapat ditinjau, diuji dan dibuktikan atas cara empiris. Penerangan ini menghasilkan pengetahuan yang instrumental, contohnya, adalah bilamana kita memperhatikan kuburan manusia yang sudah mati pada malam hari selalu mengeluarkan asap (kabut), dan ini karena adanya perpaduan antara hawa dingin malam hari dengan nitrogen dari kandungan tanah dan serangga yang melakukan aktivitas kimiawi menguraikan sulfur pada tulang belulang manusia, akhirnya menghasilkan panas lalu mengeluarkan asap.
Comte jelaslah dapat terlihat progresivitasnya dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas sosial pada masanya, dengan ilmu sosial yang sistematis dan analitis. Comte dikelanjutan sistematisasi dari observasi dan analisanya, Comte menjadikan ilmu pengetahuan yang dikajinya ini terklasifikasi atas dua bagian, yaitu: sosial statik dan sosial dinamik.
Sosial statik dan sosial dinamik hanya untuk memudahkan analitik saja terbagi dua, walaupun begitu keduanya bagian yang integral karena Comte jelas sekali dengan hukum tiga tahapnya memperlihatkan ilmu pengetahuan yang holistik. Statika sosial menerangkan perihal nilai-nilai yang melandasi masyarakat dalam perubahannya, selalu membutuhkan sosial order karenanya dibutuhkan nilai yang disepakati bersama dan  berdiri atas keinginan bersama, dapat dinamakan hukum atau kemauan  yang berlaku umum. Sedangkan sosial dinamik, ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat atau gerak sejarah masyarakat kepada arah kemajuannya.
Pemandangan Comte rasanya dapat terlihat dalam penjabarannya mengenai ilmu pengetahuannya, yang mengidamkan adanya tata yang jelas mengedepankan keteraturan sosial dan kemajuan perkembangan serta pemikiran masyarakat ke arah positif. Sebagai seorang ilmuwan Comte mengharapkan sesuatu yang ideal tetapi, dalam hal ini Comte berbenturan dengan realitas sosial yang menginginkan perubahan sosial secara cepat, revolusi sosial.
Comte terpaksa memberikan stigma negatif terhadap konflik, letupan-letupan yang mengembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan sosial yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme sosial, anarkisme intelektual. Keteraturan sosial tiap fase perkembangan sosial (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte.
Comte memainkan peran ganda pada pementasan teater dalam hidupnya, pertama-tama Comte yang menggebu dalam menyelematkan umat manusia dari “kebodohan”, menginginkan adanya radikalisasi perkembangan pemikiran dengan wacana positivisme dan progresiv dalam tata masyarakat. Kedua, Comte menolak keras bentuk anarkisme sosial yang merusak moral dan intelektual.
Comte adalah seorang yang radikal tetapi, bukanlah seorang yang revolusioner, Comte seorang yang progresiv namun bukan seorang yang militansinya tinggi (walaupun, sempat mengalami kegilaan/paranoid). Comte berjalan di tengah-tengah, mencari jalan alternatif melalui ilmu pengetahuan yang dikembangkannya guna menyiasati kemungkinan besar yang akan terjadi.
3.      Pluralitas Ekstrim
Follow up atas radikalisasi Comte, antara progresivitas untuk menciptakan perubahan sosial dengan penjagaan atas keteraturan sosial menjadi bahan kontemplasi dan observasinya. Comte sangat berjuang keras dengan  idealismenya (positivisme) agar tercapai  dan dapat mengatasi keguncangan akibat kecemburuannya, harapan dan kenyataan yang mungkin tidak akan sama nantinya yang akan terjadi pada manusia.
Pada saat tertentu Comte ulas balik kembali untuk mencari sumbangan sosial para intelektual sebelum Comte, dan terdapati oleh Comte tentang konsensus intelektual. Konsensus intelektual selalu menjadi dasar bagi tumbuhnya solidaritas dalam masyarakat. Dan nilai tersebut, diadopsi dari khasnah masyarakat  teologis oleh Comte. Comte melihat agama memiliki ikatan emosional yang tinggi bersandarkan sistem kepercayaan yang satu dan itu mendorong kebersamaan umat manusia menjalankan ritual keagamaan dengan penuh disiplin, menuju hal yang bernuansa transendental dengan mengutamakan solidaritas sosial dan konsensus.
Menurut Comte hal ini tepat bila akan digunakan sebagai satu formulasi untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan terjadi, perubahan secara cepat atau revolusi sosial. Namun Comte, tidaklah dapat mengandalkan agama yang konvensional apabila ingin mengadakan sinkronisasi dan konsisten dalam  pengembangan ilmu pengetahuannya, positivisme.
Rutinitas Comte yang sangat ajek ternyata tidak mengaburkan Comte dari sense of romance-nya, Comte bertemu seorang perempuan yang bernama Clotilde de Vaux di tahun 1844. Walaupun, Comte sangat mencintainya hingga akhir hayat Clotilde tidak pernah menerima cinta Comte karena sudah memiliki suami, walau suaminya jauh dari Clotilde. Comte hanya sempat  menjalankan hubungan yang platonis, 1845 Comte menyampaikan hasratnya dan hal tersebut tahun yang fantantis bagi Comte. Clotilde de Vaux meninggal pada tahun 1846 karena penyakit yang menyebabkan tipis harapan sembuhnya dan Clotilde masih terpisah dengan suaminya.
Pada saat itulah mungkin Comte mulai memikirkan perihal keluarga, keluarga dianggap kesatuan organis yang dapat menyusun pemikiran-pemikiran sedari awal bagi manusia-manusia baru (pasangan suami-istri). Internalisasi nilai-nilai baru, tentunya yang positif. Comte yang percaya bahwa perubahan tidaklah akan begitu tiba-tiba datangnya dalam masyarakat. Comtepun percaya akan humanitas keseluruhan dapat tercipta dengan kesatuan lingkungan social yang terkecil, yaitu keluarga. Keluarga-keluarga merupakan satuan masyarakat yang asasi bagi Comte. Keluarga yang mengenalkan pada lingkungan social, eskalasi keakraban yang meninggi akan menyatukan dan mempererat keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Hal tersebut membentuk pengalaman yang didominasi oleh altruisma, terarah atas ketaatan, kerjasama dan keinginan untuk mempertahankan yang telah dicapai dalam perspektif keluarga bentuk mikrokosmik. Dalam diri manusia memiliki kecendrungan  terhadap dua hal, yaitu egoisme dan altruisma (sifat peribadi yang didasarkan pada kepentingan bersama). Kecenderungan pertama terus melemah secara bertahap, sedang yang kedua makin bertambah kuat. Sehingga manusia makin memiliki sosialitas yang beradab, akibat bekerja bersama sesuai pembagian kerja berdasarkan pengalaman adanya pertautan kekeluargaan yang mengembang. Tidak dapat dikatakan tidak ini juga karena adanya sosialisasi keluarga terhadap keluarga lainnya.
Rupa-rupanya Comte menganggap keluargalah yang menjadi sumber keteraturan social, dimana nilai-nilai cultural pada keluarga (kepatuhan) yang disinkronisasikan dengan pembagian kerja akan selalu mendapat tuntutan kerja sama. Tuntutan kerjasama berarti saling menguntungkan, menumbuhkan persamaan dalam mencapai suatu kebutuhan.
Seiring dengan kontemplasi dan observasi Comte dalam mencari jalan tengah serta persentuhannya dengan romantisme platonis, perang terus menerus dan individualitas mengembang bagai jamur di musim hujan pada zaman post-revolusi Perancis semakin menentukan arah pemikiran Comte yang empirik itu.
Pendobrakan  besar-besaran dilakukan Comte terhadap realitas sosial yang terus mencoba menghegemoni umat manusia pada zamannya melalui institusi gereja, hal yang kudus dan ketabuan yang dibuat oleh manusia (khususnya, pastur/pendeta/pemuka agama) mendapatkan kritik keras karena menjajakan doktrin, dogma dan  melakukan pembodohan yang berakibat, yang kaya tetap kaya lalu yang miskin akan tetap miskin.
Dalam pada itu Comte yang telah meyakini ilmu pengetahuan yang ditebarkannya mencoba mensinkronisasikan altruisma unsur kebudayaan teologis, dimana konsensus sosial dan disiplin merupakan landasannya atas aktivitas sehari-hari umat manusia. Begitupun kesatuan organis terkecil di masyarakat, amat mempengaruhi Comte sebagai institusi yang dapat meradiasi pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam pembentukan sosial orde pada masyarakat luas. Comte mulai merilis suatu pola dan bentuk penyebaran dari satu sosial orde yang sangat mempengaruhi umat manusia, Comte menciptakan agama baru yang sesuai dengan idealismenya.
Idealisasinya berbentuk agama yang dapat dikatakan sekuler dan lengkap bersama ritus, hari rayanya, pemuka agama serta lambangnya, dilengkapi oleh Comte. Agama gaya baru ini dinamakan agama humanitas, dimaksudkan untuk memberikan cinta yang lebih terhadap manusia-manusia yang menghasilkan karya dalam sejarah perkembangan manusia. Menurut Comte mencintai kemanusian, inilah yang menyebabkan lahirnya keseimbangan dan keintegrasian baik dalam pribadi individu maupun dalam masyarakat. Kemanusianlah yang kudus dan sakral, bukanlah Allah karena banyak penjelasan dalam agama konvensional yang bersifat abstrak dan spekulatif, hanya memberi impian. Institusi agamapun hanya menjadi alat propaganda kepentingan politik dari kekuatan politik tertentu.
Comte menciptakan agama tersebut, terlihat seakan mengalami romantisisme terhadap pengalamannya yang lalu bersama Clotilde de Vaux dan menghasilkan hubungan yang berbuih saja dan realitas sosial yang juga turut membentuknya. Dari sini pada saat Comte, membentuk ceremonial keagamaannya dengan mengadakan penyembahan terhadap diri perempuan, Comte dikatakan oleh para intelektual lainnya kehilangan konsistensi terhadap ilmu pengetahuan yang dikembangkannya karena pemikirannya sudah terbungkus dengan perasaan. Comte dikatakan tidak ilmiah.
Namun permasalahan pemujaan Comte, terhadap perempuan diadopsi dari rentang sejarah ceritra bunda Maria, bukan karena adanya penolakan perasaan cintanya dari Clotilde de Vaux. Dalam hal ini Comte dapat juga dikatakan mengadakan sublimasi terhadap obsesinya, yaitu kebebasan berpikirnya atas idealismenya agar dapat menyiasati secara strategis. Menciptakan masyarakat positivis di masa depan, dalam kontekstual hubungan seks antara pria dan perempuan tidak perlu ada lagi dan “kelahiran manusia-manusia baru akan keluar dengan sendirinya dari kaum perempuan”. Di era sekarang hal tersebut merupakan pemandangan umum, perkembangan reproduksi melalui tekhnologi kedokteran telah berhasil mengaktualisasikan ide tersebut.
Comte bersama ahli-ahli bidang lainnya yang sepakat dengan pemikirannya menjadi perangkat institusi keagamaan yang dibuatnya dan mulai mensosialisasikan kepada kalangan elit-elit politik, Comte mengarang buku kembali dan diberikan judul Positivist Catechism dan Appeal to Conservatives.
Comte dengan konsistensinya mensosialisasikan agama humanitas-nya dan hukum tiga tahap yang memaparkan perkembangan kebudayaan manusia hingga akhir hayatnya, Comte meninggal di Paris pada tanggal 5 September 1857.
4. Kesimpulan
            Auguste Comte adalah, manusia yang berjalan di tengah-tengah antara ideologi yang berkembang ( progressiv vs konservatif ), berada pada ruang abu-abu ( keilmiahan ilmu pengetahuan ). Comte memberikan sumbangsih cukup besar untuk manusia walaupun, ilmu pengetahuan yang dibangun merupakan ide generatif dan ide produktifnya. Comte turut mengembangkan kebudayaan dan menuliskan : “Sebagai anak kita menjadi seorang teolog, sebagai remaja kita menjadi ahli metafisika dan sebagai manusia dewasa kita menjadi ahli ilmu alam”.