Kamis, 08 Desember 2011

KONFLIK


Konflik
 berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Definisi konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
  1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
  2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
  1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
  2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
  1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
  2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
Teori-teori konflik
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
  • konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • konflik antar atau tidak antar agama
  • konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh konflik

SOSIOLOGI MODERN

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi yang lama di Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi, dan dalam sosiologi modern ini lebih memunculkan rincian tentang teori-teori dalam konteks lebih luas.

Teori Sosiologi Modern

MANUSIA adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Ketika dia berkomunikasi dengan dirinya sendiri, dia bisa menjadi subyek dan sekaligus obyek. Dalam komunikasi itu pula, manusia berpikir, menunjuk segala sesuatu, menginterpretasikan situasi, dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri dengan cara-cara berbeda.
Berpikir berarti berbicara kepada diri sendiri, sama seperti cara kita berbicara dengan orang lain. Percakapan dengan diri sendiri sebagian besar dilakukan dengan diam. Tanpa diri sendiri, manusia tidak akan mampu berkomunikasi dengan orang lain, sebab hanya dengan itu, maka komunikasi efektif dengan orang lain bisa terjadi.
Kekuatan sosial yang berperan dalam perkembangan teori sosiologi
Semua bidang intelektual dibentuk setingan sosialnya. Hal ini terutamaberlaku untuk sosiologi, yang tak hanya berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan lingkungan sosialnya sebagai basis masalah pokoknya.beberapa pemusatan terhadap  kondisi sosial terpenting di abad 19 dan awal abad 20 yang sangat signifikan dalam perkembangan sosiologi modern.
Revolusi politik, industri dan kemunculan kaum kapitalis
Revolusi ini dihantarkan oleh revolusi perancis 1789 dan revolusi yang belangsung sepnjang abad 19 merupakan faktor yang paling besar perannya dalam perkembangan sosiologi. Akibat revolusi ini terjadi perubahan yang dahsyat pada masyarakat terutama masalah dampak negatifnya yang mengundang keperihatinanan dari para ilmuan, olehkarena itu para pemikir mencoba untuk menemukan tatanan baru dalam masyarakt yang telah berubah oleh revolusi politik. Perhatian ini menjadi salah satu perhatian utama teoritis sosiologi klasik terutama Comte dan Durkhem.
Kemudian revolusi politik dan revolusi industri melanda eropa pada abad 19 dan 20 merupakan factor yang meunculkan teori sosiologi. Dalam revolusi ini banyak merubah pola masyarakat dari corak pertanian menjadi industri karena mereka mendapatkan tawaran dari pihak industri. Birokrasi ekonomi muncul dalam skala besar yang memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh indusri dan sistem ekonomi kapitalis. Akibat dari sistem kapitalis ini adanya pihak-pihak lain yang diuntungkan sehingga menyebabkan terjadinya benrok antara kaum industri dan kaum kapitalis dan reaksi penentang ini di ikutu dengan ladakan gaerakan buruh dan berbagai radikal lain yang bertujuan untuk menghancurkan sistem kapitalis.
Sosialisme
Sosialisme adalah sebuah istilah yang bertujuan unutk menghancurkan serta menanggulangi ekses industi dan kapitalis terutama Marx. Disamping itu juga Weber dan Durkhem menentang sosialisme seperti kata Marx, karena menurut mereka daripada melakukan reformasi social dalam system kapitalisme lebih melakukan revolusi social.
Finanisme
Dimana perempuan disubordinasikan hamper dimana saja mereka mengakui dan memprotes situasi itu dalam berbagai bentuk, mereka menuntut mobilisasi masif untuk hak pilih perempuan dan reformasi undang-undang dan kewarganegaraan dan industrialdi awal abad 20 di amerika Srikat. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan sosiologi khususnya pada sejumlah karya perempuan, dimna karya-karya mereka sering kali terdesak kepinggiran dan disubordinasikan, atau di remehkan oleh lelaki yang menyusun sosiologi sebagai basis kekuatan professional.
Urbanisasi 
Akibat revolusi industri banyak sekali orang di pedesaan bepindah kelingkungan urban hal ini dikarenakan adanya lapangan pekerjaan yang diciptakan industri di kawasan urban. Akibat dari migrasi ini menimbulkan berbagai persoalan seperti kepadatan yang berlebihan, kebusingan, kepadatan lalu lintas dll, hal ini menarik perhatian sosiologi awal terutama Weber dan  george Sammel.
Perubahan keagamaan
Urbaniskanasi membawa pengaruh besar terhadap religius karena mereka ingin meningkatkan taraf hidup manusia, mereka ingin orang seperti comte sosiologi ditransformasikan kedalam agama. Menurut yang lainnya terori sosiologi mereka mengandung nilai kegamaan yang tak mungkin keliru.
Pertumbuhan ilmu pengetahuan
Ketika sosiologi dibangun, minat terhadap ilmu pengetahuan (science) memberikan prestasi yang cukup besar. Diantaranya yang sukses adalah bidang fisika, biologi, dan kimia sehingga mendapat terhormat dalam masyarakat. Para sosiologi awal terutama Comte dan Durkhem semula telah berkecimpung dalam sains itu dan banyak menginginkan agar sosiologi dapat meniru kesuksesan, tetapi hal menjadi bahan perdebatan karena sains berpendapat bahwa cirri-ciri kehidupan social yang sangat berbeda dengan cirri-ciri objek studi sains yang akan menimbulkan kesukaran apabila mencontoh studi sains secara utuh.
Kekuatan intelektual dan kemunculan teori sosiologi
Dalam hal ini adalah tentang kekuatan intelektual yang beperan sentral dalam membentuk teori sosiologi. Berbagai kekuatan intelektual yang menentukan perkembangan teori sosiologi akan dibahas dalam konteks nasional karena dalam kehidupan nasional itulah pengaruhnya terutama dirasakan.
Abad pencerahan
Pencerahan adlah sebuah periode perkembangan intelektual dan pembahasan pemikiran filsafat yang luar biasa. Sejumlah gagasan dan keyakinan lama kebanyakan berkaitan dengan kehidupan social dibuang dan diganti selama periode pencerahan. Pemikir yang paling terkemuka adalah Charle Montesqueu (1689-1755) dan Jean Jacques Rousseu. Pemikir yang berhubugan dengan pencerahan terutama dipengaruhi dua arus, yakni sains dan filsafat. Msa era pencerahan lebih menekankan pada reaksi konservatifis  dan romantis terhadap pertumbuhan teori sosiologi.
Reksi konservatif terhadap pencerahan
Sosiologi perancis bersifat rasional, empiris, ilmiah, dan berorientasi perubahan, tetap tidak sebelum dibentuk oleh seperangkat gagasan yang dikembankan sebagai reaksi dari pencerahan. Ideology menentang premis moderenisasi dapat menemukan sentiment antimodernisasi dalam kritik pencerahan. Bentuk oposisi paling ekstrim terhadap gagasan pencerahan berasal dari pilosofi kontra revosioner katolik perancis seperti tampak pad aide-ide Louis de Bonald (1754-1840) dan Joseph de Maistre (1753-1821). Zeltin telah menguraikan 10 proposisi yang muncul dari reaksi konservatif dan menyediakan basis bagi perkembangan teori sosiologi perancis klasik.
1.      sebagian pemikiran pencerahan cendrung menekankan pada individu, sedangkan reksi konservatif mengarahkan perhatian pada sosiologi umum dan menekankan pada masyarakat dan fenomena.
2.      masyarakat adalah unit analisi terpenting masyarakat dipandang lebih penting ketimbang individu.
3.      individu bahkan tidak dilihat sebagai unsur yang paling mendalammasyarakat, karena masyarakat terdiri dari komponen seperti pern, posisi, hubungan dll.
4.      bagian-bagian masyarakat dianggap saling berhubungan dan saling ketergantungan.
5.      perubahan dipandang bukan hanya sebagai ancaman terhadap masyarakat dan terhadap komponennya, tetapi juga terhadap invidu dan masyarakat.
6.      kecendrungan umum adalah melihat berbagai komponen masyarakat berskala luas sebagai komponen yang berguna, baik bagi masyarakat maupuan bagi individu yang menjadi anggotannya.
7.      unit-unit kecil seperti kelompok keluarga, tetangga, keompok kagamaan dan mata pencaharian dipandang penting bagi individu yang menjadi anggotannya.
8.      ada kecendrungan memandang berbagai perubahan social modern seperti industrialisasi, urbanisasi dan birokrasi dapat menimbulkan kekacauan tatanan.
9.      sementara kebanyakan perubahan menakutkan itu mengarah pada kehidupan masyarakat yang lebih rasional.
10.  pemikir konservatif mendukung keberadaan system hirarkis dalam masyarakat.
Perkembangan sosiologi perancis
Dimulai dari perancis dimana peran yang dimainkan pada era pencerahan yang menekankan pada reksi konervatif dan romantis terhadap pertumbuhan teori sosiologi. Dari jalinan teori-teori itulah sosiologi itu berkembang. Dalam konteks ini dibahas tokoh-tokoh utama di tahu-tahun awal perkembangan sosiologi perancis, sperti Hendri Saint Simon yang berperan penting terhadap pengembangan teori sosiologi konservatif, Aguste Comte adalah orang pertama yang menggunakan istilah sosiologi, pengaruhnya sangat besar terhadap teoritis sosiologi selanjutnya, dan Emil Drukhem yang dipandang sebagai pewris tradisi pencerahan karena penekanannya pada sains dan revormisme social.
Claude Henri Saint-Simon, ia memiliki sisi penting terhadap pengembangan teori sosiologi konservatif (seperti yang dilakukan Comte) maupun terhadap teori Marxian radikal. Di sisi teori konservatif ia ingin mempertahankan kehidupan masyarakat seperti apa adanya, namun ia tak ingin kembali ke kehidupan seperti di abad pertengahan sebagaimana yang di dambakan de Bonald da de Maistre.ia mengatakan studi fenomena social sebaiknya menggunakan teknik ilmiah yang sama seperti yang di gunakan dalam srudi sains.
Emile drukheim, dipandang sebagai pewaris tradisi konservatif khususnya seperti tercermin dalam karya Comte. Bedanya, sementara Comte tetap berada diluar dunia akademi namun Durkheim mengembangkan basis akademi yang kokoh untuk kemajuan akhirnya, ia juga melegitimasi sosiologi di perancis dan karyanya kahirnya menjadi kekuatan dominant dalam perkembangan sosiologi pada umumnya, dan perkembangan sosiologi pada khususnya.
Perkembanagan sosiologi jerman
Peran Karl Marx dalam perkembangan sosiologi di Negara jerman. Dikatakan bahwa perkembangan teori Marxian teori sosiologi dan cara teori Marxian dapat mempengaruhi sosiologi secara positif maupun negatif. Pembahasan dimulai dari dasar teori Marxian dalam hegelianisme, materialisme dan politik. Ad du konsep yang mencerminkan esiensi filsafat Hegel yaitu dialetika dan idealisme. Dialetika adalah cara berpikir dan citra tentang dunia. Dialetika menekankan pada hubungan dinamikan konflik dan kontradiksi serta cara berpikir dinamis. Sedangkan idealisme lebih menekankan pentingnya pikiran dan produk mental ketimbang kehidupan material. Feuerbach merupakan jembatan penting yang menghubungkan antara Hegel dan Marx. Feuebach banyak mngkritik Hegel terhadap penekanan berlebihan pada kesadaran semangat masyarakat. Feuebach menerima filsafat materialis ia menegaskan perlunya meninggalkan idealisme subjektif Hegel untuk memusatkan perhatian bukan pada gagasan tapi pada relitas kehidupan manusia.
Teori Marx, secara garis besar dapat dikatakan bahwa Marrx menawarkan sebuah teori tenteng masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja didalam dan dengan alam. Teori Weber, mengemukakan teori kapitalisme tetepi pada dasarnya karya Weber adalah teori tenteng proses rasionalisme. Hal ini dikarenakan ia tertarik pada masakah umum seperti mengapa institusi di dunia barat berkembang semangkin rasional sedangkan rintangan kuat tampaknya mencgah perkembangan serupa dibelahan bumi lain. Teori Simmel, ia bersama-sama mendirikan masyarakat sosiologi jerman. Ia adlah teoritis sosiologi yang luar biasa salah satu keistimewaanya adalah dia cepat berpengaruh besar terhadap perkembangan teori sosiologi amerika, Karen salah satu pusat kajiannya yaitu sosiologi amerika unversitas Chicago dan teori utamanya yakni interaksionisme simbolik.
Asal usul sosiologi inggris
Sumber utaman sosiolgi inggris adalah ekonomi politik, ameliorisme, dan evolusi social. Dalam sistem ekonomi politik menyangkut masyarakat industri dan kapitalis yang sebagian berasal dari pemikiran adam Smith. Smith mengatakan adanya kekuatan yang tak terlihat mnentukan pasar barang dan tenaga kerja. Pasar dilihat sebagai realitas independe yang berdiri diatas individu dan dapat mengendalikan individu. Evolusi social, pengertian yang lebih mendalam tentang struktur social tersembunyi di bawah permukaan sosiologi inggris dan baru meledak ke permukaan pada paruh akhir abad 19 dengan berkerembangnya perhatian terhadap evolusi social.
Spencer dan Comte memberikan pengaruh terhadap perkembangan teori sosiologi. Namun ada perbedaan penting diantara mereka , misalnya sulitnya menggolongkan Spencer sebagai pemikir kondservatif. Sebenya ia lebih tepat dipandang beraliran politik liberal dan ia tetap melihat unsure-unsur liberlisme sepanjang hidupnya. Salah satu pandngannya adalah konservatifnya yaitu penerimaanya atas doktrin laissez-fire.








TEORI-TEORI SOSIAL DALAM SOSIOLOGI



Teori Fungsional – Struktural
Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan sangat bermanfaat dalam suatu kajian tentang analisa masalah social. Hal ini disebabkan karena studi struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah masalah sosiologis yang telah menembus karya-karya para pelopor ilmu sosiologi dan para ahli teori kontemporer.
Oleh karena itu karena pentingnya pembahasan ini maka kami dari kelompok 2 mengangkat tema ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat.

Tinjauan singkat tentang Teori Fungsional Struktural
Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer ( 1980 ), Margaret M.Poloma ( 1987 ), dan Turner ( 1986 ). Drs. Soetomo ( 1995 ) mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta social. Tampilnya paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri.
Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata social. Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini ( fungsional – structural ) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “ patologis “. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan social.
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, ( ia ) adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini ( fungsional-struktural ) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah :
1. postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
3. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan, pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.

Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis :
  1. pencarian pemuasan psikis
  2. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
  3. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
  4. usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan : “ secara konkrit, setiap system empiris mencakup keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam system cultural “.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.
TEORI KONFLIK MENURUT KARL MARX
1. Teori Konflik Karl Marx (1818- 1883)
Teori konflik Karl Marx didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi.. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga.
Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.

TEORI KONFLIK MENURUT LEWIS A. COSER
1. Teori Konflik Lewis A. Coser
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktek- praktek ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser (1956: 41) melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara fihak- fihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial.Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. Contohnya Badan perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem tersebut.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
  2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
TEORI KONFLIK MENURUT RALF DAHRENDORF

1. Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx
Pendapat Dahrendorf (1959: 176) dalam buku Sosiologi Kontemporer halaman 136:
Secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisa bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya.
Misalnya kasus kelompok minoritas yang pada tahun 1960-an kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok- kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita sebelum tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh kekuasan di sebagian besar struktur sosial di mana mereka berpartisipasi. Pada pertengahan tahun 1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk menyamakan derajatnya dengan kaum laki- laki., yang kemudian diikuti oleh perkembangan kelompok yang memperjuangkan kebebasan wanita.
TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
Tokoh teori interaksi simbolik antara lain : George Herbert Mend, Herbert Blumer, Wiliam James, Charles Horton Cooley. Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi symbol. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas simbol tersebut.
Asumsi-asumsi:
1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi melalui tindakan bersama dan membentuk organisasi.
2.Interaksi simbolik mencangkup pernafsiran tindakan. Interaksi non simbolik hanyalah mencangkup stimulus respon yang sederhana.


PELAPISAN SOSIAL /STRATIFIKASI SOSIAL
Pelapisan sosial adalah perbedaan tinggi rendah kedudukan seseorang/sekelompok orang dibandingkan dengan sseseorang atau sekelompok orang lain dalam masyarakat. Pelapisan sosial dapat terjadi karena pengaruh berbagai kriteria, antara lain ekonomi, politik, sosial.
1. Sistem Pelapisan Sosial
Menurut status kependudukan asli atau pendatang misalnya di daerah Jawa dengan adanya cikal bakal yaitu orang yang merintis tinggal didaerah tersebut dan mempunyi keturunan di daerah tersebut, womg baku yaitu orang yang mempunyai saudara, tanah, dan lahir di daerah tersebut, pendatang yaitu orang yang membeli tanah dan membangun didaerah tersebut. Sedangkan di Sumatra Utara ada yang disebut dengan Sipunta huta/bangsa taneh yaitu keturunan nenek moyang dan penduduk pendatang.
2. Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial ialah perbedaan sosial dalam masyarakat secara horisontal. Bentuk diferensiasi sosial yaitu diferensiasi jenis kelamin, diferensiasi agama, diferensiasi profesi dsb.

TEORI PERTUKARAN SOSIAL (Social Exchange Theory)

Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai suatu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dyadic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.
Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama berinteraksi sosial. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok kan diakhiri, atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apapun yang mereka cari.
Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan.
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalahpsikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961),Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, kita masuk kedalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperolehimbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkansuatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran sosial, teori pertukaran sosialpun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang salingmempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orangl ain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang salingmempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan(cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melaluiadanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri ataspertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya,pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akanlanggeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilakuseseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagidirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.

MENGANALISIS KENAKALAN REMAJA


Analisis kenakakalan remaja

Fase remaja adalah masa penuh gairah, semangat, energi, dan pergolakan. Seorang anak tidak saja mengalami perubahan fisik tetapi juga psikis. Semua ini mengakibatkan perubahan status dari anak-anak menjadi remaja. Ada kebanggaan, karena sebagai remaja status sosial mereka berubah, keberadaan atau eksistensi mereka harus selalu diperhitungkan. Tetapi, ada juga kebingungan, kegelisahan, kecanggungan, kegaulan, dan teenage clumsinees1 karena perubahan hormonal menyebabkan mereka mengalami pertarungan identitas.
Selain itu, remaja umumnya sudah mampu memahami logika dan konsekuensi dari sebuah tindakan logis. Pola berpikir logis membuat mereka selalu menuntut alasan dibalik sebuah tindakan. Itulah sebabnya, para remaja seringkali diberi label sebagai kelompok yang suka menentang.
Perkembangan kemampuan intelektual mendorong para remaja berani membangun diskusi tentang ide atau gagasan bersama kelompoknya. Kemampuan berdiskusi merupakan penuntun para remaja untuk mengidntifikasi perbedaan pendapat, menguji argumentasi, dan menegaskan sebuah tindakan. Mereka mengembangkan kemampuan untuk membentuk kelompok teman sebaya atau kelompok-kelompok kecil yang sifatnya lebih tertutup.
Ketakutan dan kecemasan sebagian besar para remaja adalah saat mereka melewati fase remaja mereka dengan sukses, dengan aman tanpa cedera yang berarti. Namun, hal yang menggembirakan adalah bahwa sebagian besar dari mereka sebenarnya mampu melewati dunia kedewasaan meski tertatih-tatih penuh kelelahan.
Di Indonesia, karena perubahan tersebutlah remaja selalu dikaitkan dengan kenakalan. Kelompok mereka seakan-akan tidak bisa lepas dari kenakalan sehingga selalu menjadi target orang-orang dewasa untuk dipersalahkan. Padahal, belum tentu seluruh kenakalan mereka akibat inisiatif mereka sendiri, melainkan karena situasi dan kondisi yang mendorong mereka melakukan kenakalan.

POLA KOMUNKASI REMAJA
Remaja bisa dikenali dari pola komunikasinya yang unik dan khas. Unsur yang membuat pola komunikasi mereka unik dan khas adalah ungkapan dan terminologi yang mereka gunakan acapkali menurut pandangan orang-orang dewasa tanpa aturan dan menyimpang dari kaidah berbahasa. Pandangan ini tidak sepenuhnya salah meskipun tidak seluruhnya benar karena seringkali para remaja menggunakan terminologi, bahasa komunikasi, atau tata bahasa yang sulit dipahami oleh orang lain di luar komunitas mereka.
Pola komunikasi yang berbeda antara anak-anak remaja dengan orang sekitarnya terutama orang tua dapat menyebabkan proses komunikasi mengalami distorsi, padahal komunikasi adalah inti dari relasi interaksi antar orang tua dengan anak-anak remaja. Jikalau para remaja menemukan keamanan dan kenyamanan berdiskusi dengan orang tuanya, hal ini lebih baik daripada mereka mencari informasi di luar rumah. Oleh sebab itu para remaja sebenarnya menginginkan hubungan yang akrab dan intim dengan orang tuanya, meskipun dalam penampilannya tampaknya mereka seringkali acuh tak acuh dengan orang tua atau orang-orang di sekelilingnya.
Menurut Surbakti, 2008 terdapat tiga fungsi utama komunikasi antara anak remaja dengan lingkungan sekitarnya, yakni:
  1. Menyampaikan pesan
Tujuan komunkasi antara ank remaja dengan orang-orang disekitarnya adalah menyampaikan pesan, baik anak sebagai penerima pesan dan orang-orang sekitanya sebagai pemberi pesan ataupun sebaliknya. Cara yang paling efektif untuk menyampaikan pesan antara keduanya adalah melalui komunikasi tatap muka. Kelebihan komunikasi tatap muka adalah langsung mengetahui reaksi penerima pesan pada saat pesan disampaikan. Kelemahanya, mudah mengundang konflik jika  tudak dikendalikan dengan baik.
2.      Menerima Pesan
Selain menyampaikan pesan, komunikasi juga bertujuan menerima pesan. Dalam proses komunikasi anak-anak remaja dan orang di sekitanya secara bergantian menjadi objek (receiver) dan subjek (sender) komunikasi. Syarat utama menjadi penerima pesan (receiver) adalah kesediaan untuk mendengarkan. Minimnya kesediaan untuk mendengarkan pesan menyebabkan pesan tidak mencapai sasaran yang diinginkan.
3.      Isi
Banyak orang yang kesulitan berkomunikasi dengan anak-anak remaja karena tidak saling memahami pola komunikasi yang sedang mereka gunakan. Terkadang mereka saling mempertahankan pola komunikasinya masing-masing. Remaja sedang berada dalam taraf pencarian identitas, pengembangan, dan coba-coba. Ketidakstabilan remaja tampak dari perilaku mereka yang mudah terinfeksi oleh berbagai pola komunikasi yang menurut mereka menarik meskipun belum tentu bermanfaat bahkan membingungkan orang lain termasuk orang tua mereka sendiri.
Pola komunikasi remaja umumnya penuh dengan dinamika, terkadang disertai sinisme atau sarkasme terhadap situasi hidup sehari-hari. Istilah-istilah yang mereka gunakan acapkali yang semakin hari semakin timpang atau karena mereka merasakan sendiri betapa  mereka mendapat tekanan dari sstem yang mengatur kehidupan mereka sebagai remaja yang semakin hari semakin berat dan mengekang kebebasan mereka. Untuk melampiaskan kekesalan atau tekanan tersebut, mereka acapkali menggunakan simbol-simbol komunikasi yang keluar dari aturan berbahasa.
PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN REMAJA
Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam perjalanan hidup seorang remaja adalah pembentukan identitasnya. Aspek ini merupakan titik paling kritis bagi setiap remaja karena pada masa remaja, mereka ragu dalam menentukan identitasnya. Salah satu identitas diri yang harus dimiliki oleh setiap remaja adalah tata nilai. Melalui sistem tata nilai yang dianutnya, seorang remaja mengungkapkan siapa, mengapa, dan bagaimana dia sebagai sosok pribadi. Dapat dikatakan, setiap remaja adalah pribadi yang unik dan khas sehingga memiliki identitas atau tata nilai yang belum tentu sama dengan identitas atau tata nilai yang dianut remaja lain.
Sistem tata nilai sebagai identitas remaja merupakan pengajaran melalui pembelajaran, pengalaman, atau peniruan sehingga selalu terbuka kemungkinan kekeliruan atau pemahaman lain. Tata nilai sebagai salah satu identitas remaja mengatur pola hidup, tingkah laku ke dalam maupun ke luar, sekaligus sebagai landasan moral maupun spiritual dalam melakukan interaksi, menata hidup, melakukan perenungan hidup, menciptakan remaja yang berkepribadian, dan memiliki budi pekerti yang luhur. Seorang remaja haruslah senantiasa mempertimbangkan banyak aspek, seperti: kepatutan sosial, etika, moral, norma-norma, tidak menimbulkan pertentangan, memperbaiki tat nilai yang ada, mempertimbangkan budaya dan nilai-nilai lokal dalam menerapkan tata nilai yang baik karena tata nilai merupakan falsafah hidup.
Tata nilai seorang remaja terbentuk oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor internal adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, kakak, atau adik. Faktor-faktor eksternal adalah semua faktor di luar keluarga inti misalnya, budaya, agama, sekolah, lingkungan, atau ideologi.
Menurut Surbakti, 2008 terdapat tiga kemungkinan yang paling sering dihadapi remaja terhadap sistem tata nilai yang dianutnya, yakni:
  1. Tata nilainya lebih baik ketimbang di luar dirinya
Jika tata nilai yang dianut seorang remaja lebih baik daripada di luar dirinya, remaja tersebut dapat menjadi contoh yang baik bagi komunitasnya.
2.      Tata nilai sama dengan di luar dirinya
Jika tata nilai yang dianut seorang remaja sama dengan di luar dirinya, secara umum tidak terjadi benturan. Artinya dia dapat melanjutkan tata  nilai yang dianutnya .
3.      Tata nilainya lebih buruk ketimbang di luar dirinya
Jika tata nilai yang dianutnya berbeda atau lebih buruk daripada di luar dirinya, seorang remaja akan mengalami guncangan hebat. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukannya, yakni:
  1. Bertahan pada sistem tata nilai yang dianutnya dengan konsekuensi ia akan tersisih  dari lingkungannya.
  2. Mengadopsi tata nilai baru yang lebih baik dan meninggalkan tata nilai lama yang lebih buruk.
Keluarga merupakan tempat pembentukan tata nilai yang paling berpengaruh terhadap remaja. Apa yang dimunculkan seseorang pada masa remaja adalah hasil pembentukan tata nilainya sejak masa kanak-kanak. Dalam hal ini, kedua orang tua adalah individu yang paling bertanggung jawab terhadap pembentukan tat nilai tersebut. Melalui orang tua seorang remaja belajar tentang etika, moral, norma-norma, budaya, kejujuran, saling menghormati, saling menghargai, tau saling menolong. Tetapi melalui orang tua juga seorang remaja belajar tentang kecemasan, kemarahan, ketidakjujuran, egoisme, dan perilaku buruk lainnya.
Ayah merupakan panutan dalam merancang sistem interaksi sosial bagi anak-anaknya. Ayah adalah figur kekuatan di dalam keluarga. Ia merupakan simbol wibawa dan kedaulatan keluarga. Personifikasi dirinya mendorong keberanian anggota keluarganya untuk menantang berbagai persoalan hidup. Tetapi, terkadang ayah mampu memainkan perannya secara sempurna tanpa pernah melakukan kesalahan. Kesalahan yang seringkali dilakukan seorang ayah adalah bertindak otoriter, sering tergesa-gesa, malu mengakui kelemahannya atau melanggar peraturan yang ia tetapkan sendiri. Ibu berperan sebagai pengasuh yang memberikan rasa nyaman bagi anak remajanya. Ibu merupakan penerjemah utama sifat, dan kepribadian. Pengaruh ibu sangat besar terhadap pembentukan persepsi anak-anak tentang kehidupan.

BENTUK KENAKALAN REMAJA
Dunia remaja selalu membuat kebayakan orang tua pusing kepala. Para remaja selalu ingin tahu sampai batas mana mereka diperbolehkan melanggar aturan. Secara tidak langsung, orang tua yang lemah dan ragu-ragu dalam menghadapi tingkah laku anak-anaknya akan mendorong anak remajanya menuju ke jurang kehancuran. Perlu sikap tegas dalam mendidik remaja. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa ketegasan tidak identik dengan kemarahan yang disertai kekerasan dan pengniayaan.
Hal yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa kenakalan remaja tidaklah berdiri sendiri dan terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui proses. Di dalam proses tersebut, banyak unsur yang terlibat yang membentuk mentalitas remaja. Dalam hal ini, orang tua adalah unsur yang paling penting yang membentuk identitas remaja. Dengan demikian, kekalan remaja tidak mungkin dilepaskan dari peran orang tua sebagai mesin pemroses utama pembentukan mentalitas, karakter, atau kepribadian remaja. Anak remaja memasuki dunianya dengan bekal pendidikan yang dipersiapkan selama bertahun-tahun oleh orang tua. Namun, pada suatu tahapan tertentu dalam masa keremajaan mereka, para remaja seakan-akan sedang memasuki tahap tertentu yang membuat mereka enggan berbicara dengan siapa pun sehingga diam dalam proses komunikasi.


Beberapa bentuk kenakalan remaja yang sering terjadi dalam kehidupan adalah sebagai berikut.
  1. Penentangan
Persamaan sifat seluruh remaja di dunia, yakni cenderung menentang otoritas orang tua. Transisi menuju kebebasan yang lebih besar pada masa remaja sangat bergantung pada sikap dan kerelaan orang tua. Penegakan disiplin diperlukan, tetapi harus disertai dengan kesabaran dan argumentasi rasional. Inti dari pemberontakan remaja adalah ingin mendapatkan kemerdekaan, pengakuan eksistensi, dan perhatian orang tua.
  1. Perkelahian
Salah satu ciri khas remaja adalah membuktikan eksistensinya di dalam komunitasnya. Remaja laki-laki selalu dipersepsikan dengan kekuatan dan keberanian, banyak remaja laki-laki yang terobsesi menjadi “hero” dengan menunjukan keberanian terutama dalam bentuk perkelahian. Semangatnya bagus, namun pelaksanaanya keliru.
  1. Narkoba
Remaja banyak yang terlibat dalam peredaran obat-obatan terlarang mulai dari obat-obat psikotropika sampai narkoba, sebagai pemakai ataupun pengedar. Sebenarnya para remaja hanyalah korban permainan orang-orang dewasa yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan mereka.
  1. Tindak Kriminal
Pada banyak kota besar di Indonesia tiada hari tanpa perkelahian anak-anak pelajar remaja. Bahkan banyak pelajar remaja sudah terlibat perbuatan kriminal berat, seperti penodongan, penganiayaan, pemerasan, perampasan, pemerkosaan, pelecehan, dan pembuunuhan.
  1. Melalaikan Tanggung Jawab
Melalaikan tanggung merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja yang paling umum. Mereka cenderung mengabaikan atau menghindar dari segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban, apalagi jika kewajiban tersebut terasa memberatkan, namun menuntut dengan tegas hak mereka.
  1. Kemalasan
Para remaja tampaknya erat sekali dengan kemalasan. Banyak remaja yang malas mengurus diri mereka sendiri termasuk mengurus lingkungannya.
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam pembentukan watak dan tata nilai anak remaja yang kelak menjadi identitasnya. Bagaimanapun, anak remaja mempunyai ciri khas masing-masing yang berbeda dengan yang lain. Meskipun tampaknya anak-anak remaja acuh dengan segalanya, namun mereka tetap peka dengan berbagai perubahan di sekelilingnya, apalagi perubahan tersebut menyangkut kepentingan mereka.
Komentar
- pada tahap remaja ini, dia mengalami situasi emosi yg labil, sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya jika terjadi sesuatu.


sebetulnya pola asuhlah yg bisa membentuk karakter seorng remaja, untuk bisa sukses atau tidak dlm menjalani tugas perkembangannya.
- kondisi psikologis dari remaja itu sendiri yang sedang mengalami massa pubertas, yang mempunyai kecenderungan tinggi untuk mencari jati diri dengan suka meniru2, suka mencoba hal2 baru dan menyukai hal2 yang sifatnya menantang..selain itu juga dapat diterangkan mengenai kurang arahan yang sifatnya memfasilitasi remaja agar menyalurkan kondisi itu dalam hal2 psoitif misalnmya dalam bidang oleh raga...

-upaya menanggulanginya dengan diketahui kenakalan remaja, maka diperlukan uapaya penanggulangan mengingat remaja adalah generasi penerus bangsa..
adapun upaya penanggulangan yang dapat dilakukan adalah menyediakan fsilitas yang dapat menyalurkan minat remaja dalam bidang positif